Jumat, 28 November 2014

November dan Hujan

     Hujan dan November. Dua hal yang tak bisa dipisahkan, saat NOvember datang pasti musim hujan tiba. Banyak kenangan yang tersimpan bersama rintik hujan yang turun di bulan November. Kenangan yang tak bisa dilepaskan karena bagiku itu terlalu indah. Terlalu indah dan bermakna sehingga tak dapatku lupakan. Padahal aku tak tahu apakah kenangan kita masih kau ingat atau tidak, aku rasa kamu sudah melupakannya. Ah tak apa, aku memang masa lalumu yang patut dilupakan. Aku hanyalah masa lalumu yang suram, kusam, dan tak berwarna, tak ada hal yang berkesan yang kulakukan saat bersamamu saat hujan di bulan November ini turun.
     Aku mengenalmu saat hujan di bulan November, pertemuan yang tak sengaja. Aku dan kamu memang sebelumnya pernah berkenalan atau lebih tepatnya aku tahu kamu dan kamu tidak tahu siapa aku. Aku memang lelaki yang sedikit pendiam saat bertemu dengan seorang wanita yang belum dekat padaku. Aku memberanikan diri untuk mengajakmu berkenalan di kafe itu saat kamu menunggu hujan reda. Aku memanggil namamu dengan sedikit ragu dan kamu langsung menoleh sambil tersenyum panik melihatku. Ah kamu terlihat cantik sekali saat itu. Lalu aku mulai mengenalkan diriku, dan aku terkejut bahwa kamu mengenal diriku. Ah mungkin itu suatu kebetulan menebak kamu saja, atau mungkin kamu memang mengenal aku? Sampai saat ini aku hanya mampu menebak-nebak saja apa yang sebenarnya terjadi.
     Aku ingat hujan pernah menahanmu disini lebih lama dari seharusnya. Kamu menikmati segelas coklat panas dan aku menikmati segelas cappucino. Kamu bercerita bahwa hujan selalu mempunyai caranya sendiri untuk datang dan pergi. kamu bilang bahwa hujan dapat datang sesuka hatinya, terkadang hujan memberi tanda terlebih dahulu sebelum datang dengan langit gelapnya atau terkadang hujan datang tiba-tiba tanpa ada yang memberi tanda. Kamu juga bilang bahwa hujan dapat pergi sesukanya tanpa tanda yang jelas, apakah itu tiba-tiba atau pelan-pelan dan perlahan tanpa terasa bahwa hujan telah pergi. Kamu juga bilang bahwa kamu menyukai aroma setelah hujan. Kamu bilang bahwa aroma setelah hujan itu menyejukkan, memiliki aroma yang khas yang tak ada tandingannya. Kamu pun mengajariku untuk menikmati aroma sisa hujan saat kita bersama. Kini saat tak bersamamu, aku mengenangmu dengan cara menghirup aroma sisa hujan. Aku menikmati setiap hembusan nafasku menghirup aroma sisa hujan. Ini adalah caraku mengenangmu. Kamu selalu punya banyak cara untuk menghapuskan kebosanan kita berdua saat kita tertahan oleh hujan. Kamu selalu mempunyai cerita yang menarik yang membuatku selalu ingin berdua denganmu, merindukanmu saat kamu jauh, dan tak ingin melepaskanmu saat kamu berada disampingku.
     Hujan, kamu selalu mempunyai beribu cara untuk menyimpan sebuah kenangan. Beribu cara untuk bersyukur atas rahmat Tuhan yang diberikan kepadaku. Hujan, kamu pernah membantuku membuat sebuah kenangan yang indah. Kenangan yang hingga membuatmu menyukaimu, kenangan yang selalu membawaku kepada masa yang indah, masa yang tak ingin ku lupakan. Sebuah masa yang membuatku merasa menjadi seorang manusia seutuhnya, masa yang selalu bersyukur kepada Tuhan.
     Suara petir pun menghamburkan lamunanku tentang hujan, lamunan tentang masa laluku. Bersama rintik hujan ini, ingatanku tentangmu mengalir bagaikan hujan. Terkadang mengalir, terkadang tidak. Terkadang deras terkadang hanya gerimis. Terkadang menahanku untuk beraktifitas terkadang membuatku ingin menerobosnya. Hingga kini ku sadar bahwa kamu telah tak disampingku lagi.Kamu sudah tak menemani disaar hujan turun lagi, sudah tidak menemaniku untuk menikmati segelas cappucino lagi. Setelah sekian lama kamu pergi meninggalkanku sendiri, aku baru tersadar sekarang. Sadar bahwa kamu bukanlah memang untukku, kamu hanyalah menjadi sebuah persinggahan sesaatku sebelum ku melanjutkan hidup yang melelahkan.
     Aku memang bukan untuk kamu dan kamu pun bukan untukku. Kalau suatu hari nanti kita bertemu saat sedang bersama masa depan kita, kita masih bisa berbincangkan? Yaa walaupun itu hanya sekedar bertanya kabar dan tentunya akan ku perkenalkan kepada masa depan ku bahwa kamu pernah mengisi hari-hariku, dahulu. Sekarang aku sudah bersama yang memang menjadi milikku dan tentunya bukan kamu, tapi dia, si masa depanku, ibu dari anakku dan nenek untuk cucuku kelak.

Rabu, 26 November 2014

Sebuah Kisah Tentangmu - 2

     Matahari pagi ini menyoroti sangat tajam. Menyoroti wajah-wajah manusia yang bosan dengan segala rutinitasnya. Menyoroti wajah-wajah kesal karena kemacetan pagi hari. Terutama aku, matahari menyorotiku dengan sangat tajam. Berbeda saat dia menyoroti wajah manusia lainnya saat di jalan. Menyorot seperti di ruang interogasi tahanan, tajam dan pengap, panas dan memusingkan. Matahari itu seolah-olah menghakimiku. Menuduhku atas semua kesalahan-kesalahanku kepadamu, wanita yang anggun dan baik kepribadiannya. Dia menghakimiku seolah-olah hanya akulah yang salah. Ku pergi meninggalkanmu saat kamu telah dengan yang baru. Matahari itu menghujaniku dengan berjuta pertanyaan, "apakah kamu bodoh meninggalkan dia? Kamu tolol!" Aku pun terdiam terpaku, tak bisa menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang diteriakan kepadaku. Mulutku membisu, seolah-olah terkunci dengan rapat tanpa ada yang bisa membukanya. Aku ingin berontak, meneriakan pembelaan di telinga matahari itu. "Aku tidak bodoh, aku hanya ingin melihat dia bahagia dengan yang lain. Aku tidak ingin mengusik kebahagiaannya.", aku ingin mengucapkannya dan kembali aku membisu.
     Aku mencintai dia, tapi apakah cinta itu harus memiliki? Aku menyayanginya, tapi apakah sayang itu selalu berada di dekatnya? Aku pergi tanpa tahu jawaban yang sebenarnya. Aku pergi dengan meninggalkan sejuta pertanyaan di hati, lebih banyak dibanding dengan pertanyaan yang diajukan sang matahari. Aku pergi dengan perasaan yang menebak-nebak, apakah kamu juga mencintaiku?
      Aku rasa aku sudah selesai, masaku sudah habis untuk bersamamu. Kamu sudah mendapatkan yang baru, pengganti dari yang telah lama menghilang. Aku pergi sesuai perkataan, aku pergi seperti koboi di kisah klasik Amerika. Apabila kamu disakiti, maka panggilah aku lagi untuk menemanimu. Biarlah aku berdamai dengan kesendirianku, lagi.

Jumat, 21 November 2014

Sebuah Kisah Tentangmu - 1

     Aku mengenalmu baru kemarin sore. Tapi kita berbincang-bincang seperti sudah kenal lama. Aku berani menceritakan masa laluku seperti apa dan kamu pun sebaliknya. Padahal aku hanya mau bercerita kepada orang-orang yang sudah lama kenal denganku saja. Tapi beda saat denganmu. Denganmu ku merasakan diriku yang baru. Merasakan jiwaku yang bebas dari masa lalu, keluar dari genangan yang bernama kenangan, dan menghirup udara yang bernama kebebasan. 4 atau 5 bulan yang lalu, aku berkenalan denganmu. Saat itu yang aku tahu kamu adalah kekasih dari teman kecilku. Saat itu aku selalu menepiskan segala rasa yang hinggap dihatiku saat kita berbincang. Aku tidak ingin menjadi penyebab kehancuran hubunganmu dengan temanku. Aku menghargai hubunganmu walaupun aku tau saat itu hubunganmu dengan dia sudah berada diambang putus. Aku ingat kamu selalu meminta nasehatku ketika kamu sedang merasa sedikit putus asa dengan kelakuan dia yang sedikit mengabaikanmu. Aku selalu memberi nasehat yang membuat hatimu tenang, itu menurutku, entah menurutmu bagaimana tentang nasehatku. Kemudian setelah lama tak mendengar kabarmu karena kesibukanku, aku mendengar bahwa kamu putus dengan dia. Ku tak begitu berminat untuk mengetahui penyebabnya, tapi kamu bercerita tanpa ku minta banyak. Lama setelah itu aku tak mendengar lagi kabar darimu karena kesibukan kita  masing-masing.
      Sekarang, kamu hadir kembali dihadapanku. Hadir dengan status berbeda, dengan status sendiri. Kamu hadir disaat hatiku sedang membutuhkan teman untuk berbagi cerita. Berbagi kisah-kisah lucu tentang kita saat sekolah. Berbagi cerita tentang menggapai impian. Berbagi kisah masa lalu yang membuat kita saling mengenal satu sana lain. Kini karena ke semua hal itu, aku merasakan hal yang beda saat berbincang denganmu. Aku sudah mencoba untuk menepiskan itu semua. Berusaha sekuat tenaga untuk mengusir rasa yang singgah disini. Sayangnya aku terlalu lemah untuk mengusirnya. Sekarang aku hanya bisa menerima tanpa tahu rasa apa yang singgah disini. Aku tak berani untuk mendefinisikannya, bagiku mendefinisikan perasaan ini jauh lebih sulit dibanding saatku harus belajar kimia inti. Aku hanya ingin terus bersamamu. Menemani harimu hingga kamu mendapatkan pengganti yang lebih baik. Kemudian setelag kamu dapat, aku akan pergi seperti koboi dikisah klasik Amerika. Berkelana dengan kesendirian, dan bergumul dengan kesepian. Dan akan datang saat dibutuhkan saja.

Selasa, 18 November 2014

Sore

     Aku adalah seorang lelaki. Lelaki yang menyukai sore. Bagiku sore adalah waktu yang terindah dalam hari-hariku. Sore, selalu dihiasai oleh langit jingga yang indah ya walaupun terkadang dilapisi oleh mendung bahkan rintik hujan. Tapi tetap ku menyukai sore.
     Sore suhunya tidaklah panas dan tidak pulalah dingin, hangat sehangat senyumanmu. Sore adalah waktu untuk menuju rumah, istana terindahku. Sore, penuh dengan hiruk pikuk orang pulang beraktivitas. Antara wajah lelah, energi terkuras, atau semangat untuk menemui jagoan kecilnya yang sedang tumbuh. Ya aku memang belum mempunyai hal yang terakhir, tetapi kalau sudah waktunya aku pasti punya (aamiin).Aku selalu menanti sore, sore adalah waktu untuk menenangkan diri dengan langit indahnya. Terkadang aku ingin berlama-lama dengan sore, hanya ada aku dan sore hari. Berdiam diri sambil merenungi segala hal yang aku lakukan di hari itu.
     Sore, aku menyukaimu dalam diam, aku mengagumi keindahanmu dengan tenang, aku menikmatimu dengan caraku sendiri. Sore, kau begitu bermakna bagiku. Denganmu aku merasa seutuhnya menjadi manusia, denganmu aku merasa sepenuhnya sebagai makhluk ciptaan-Nya, denganmu aku merasa segala hal ciptaan-Nya memang begitu indah. Terima kasih sore kau telah memberikan banyak makna dalam hidupku.
     Ya Allah, berikanlah aku waktu yang lebih panjang untuk menikmati sore-Mu. Aku hanyalah makhluk kecil yang menyukai keindahan ciptaan-Mu, aku hanyalah makhluk kecil yang terkadang khilaf untuk mengucap rasa syukur atas segala nikmat-Mu, maka maafkanlah hamba-Mu ini ya Allah. Ya Allah berikanlah aku kesempatan untuk menikmati keindahan sore-Mu bersama keluargaku, teman-temanku, anak cucuku kelak ketika aku sudah menikah. Aku tidak dapat merasakan ini kecuali atas dasar kuasa-Mu yang tak terhingga itu. Terima kasih ya Allah kau telah membuat sore yang indah.