Sabtu, 27 Desember 2014

Tulisan Abstrak Tak Beralur

     Aku mempunyai mimpi. Mimpi yang paling aku harapkan terjadi dari jutaan mimpi yang pernah kurangkai saat dulu masih bersamanya. Biarkanlah aku bercerita tentang mimpiku ini...
     Aku adalah anak lelaki satu-satunya diantara 3 anak di keluarga ini. Aku anak kedua dari  bersaudara. Kakak pertama ku adalah seorang perempuan yang sudah bekerja di salah satu laboratorium peternakan unggas di Bogor, dan adik ku juga seorang perempuan yang masih bersekolah. Ayahku adalah seorang prajurit TNI dan ibuku adalah ibu rumah tangga yang mempunyai bisnis budidaya ikan patin.
     Dari kecil aku tidak pernah diajarkan atau di doktrin untuk menjadi tentara seperti ayah. Bahkan sampai sekarang pun aku tidak mempunyai baju loreng atau baju yang bergambar pesawat Sukhoi seperti anak tentara lainnya. Entah karena ayah tidak mau aku menjadi seperti itu atau memang ayah yang tidak mau membelikannya untukku, aku tidak pernah berani bertanya sampai saat ini. Dan memang bagiku itu tidaklah menarik. Satu-satunya barang yang menempel pada tubuhku yang bertuliskan TNI AU adalah sepatu pdh bekas yang sering kupakai ke sekolah. Hanya itu saja, selebihnya tak ada dan ayah memang lebih menyukai memberikannya kepada orang lain daripada ke anaknya sendiri.  Dalam hati kecilku aku ingin setidaknya memiliki satu baju yang menjadi ciri khas tentara, tetapi setiap aku mencoba minta ke ibu, ibu selalu bilang "buat apa? udah telat."
     Kembali lagi ke mimpi. Aku mempunyai sebuah keyakinan, setiap anak tentara baik laki-laki ataupun perempuan pasti mempunyai keinginan untuk menjadi seperti orang tuanya yang menjadi TNI, walaupun itu hanya sekecil biji sawi tapi aku selalu yakin akan hal itu. Tak terkecuali aku. Dari semenjak kecil aku ingin menjadi seorang anggota TNI, bagiku menjadi seorang anggota TNI adalah suatu kebanggaan tersendiri. Entah aku tak pernah bertanya kepada ayah apakah beliau setuju kepadaku untuk menjadi anggota TNI atau tidak, tapi aku pikir ayah akan setuju-setuju saja, tapi sayangnya ibu tak pernah merestuiku untuk menjadi seorang anggota TNI. Entahlah, aku selalu berdebat kalau sedang membahas masalah ini. Entah apa yang ada dipikiran ibuku ini bahwa menjadi seorang TNI adalah pilihan hidup terakhir, ibuku bukan hanya melarang aku menjadi seorang anggota TNI tapi juga untuk bersekolah di sekolah tinggi kedinasan yang ada di Indonesia. Aku sudah malam membahasnya untuk kesekian kalinya, karena aku selalu dianggap bodoh dan tolol untuk masuk kesana.
     Aku ingin menjadi anggota TNI atau masuk sekolah tinggi kedinasan. Bagiku akan menyenangkan sekali untuk dapat menjalani hidup menjadi seperti itu. Ya semoga saja aku diberikan kesehatan yang cukup untuk meraih semua cita-citaku itu. Aamiin...

Selasa, 23 Desember 2014

Sebuah Kisah Tentangmu - 3

"Kamu kenapa?" tanyaku heran.
"Kenapa apanya maksud kamu?" kamu mengernyitkan dahimu.
"Kamu sadar gak, kalau sekarang seperti ada sebuah dinding besar yang menghalangi kita. Kita tak sebebas dahulu saat berbincang, bertukar pikiran tentang rencana hidup kita." ucapku dengan polosnya tanpa berpikir panjang.
"Jadi maksud kamu, aku berubah?" kamu menjawabnya dengan kaget.
"Sepertinya tidak, aku lah yang berubah." ucapku untuk menghindari kekecawaan kamu, padahal kalau aku jujur kepada mungkin tidak akan seperti ini.
"Kamu berubah kenapa?" tanyamu penuh selidik.
"Aku sedang menyukai seorang wanita, lebih tepatnya menyayanginya. Dia selalu ada disini, saat kita berbincang kita saling menyambung satu sama lain tanpa pernah kehabisan bahan obrolan. Wanita  yang satu ini membuatku bingung." aku menjelaskan secara detail agar kamu tahu bahwa wanita itu adalah kamu.
"Siapa wanita itu? Teman sekolahmu?" tanyamu penuh dengan selidik. Ah sial, kamu tidak peka atau kamu pura-pura tidak peka kalau wanita itu kamu.
"Kalau itu kamu bagaimana?" senyumku sinis.
"Kamu tidak lagi bercanda kan? Iya kan?" Kamu menjawab spontan, pipimu merah dan langsung tertunduk malu. Ah betapa cantiknya dirimu saat itu, seandainya aku bisa menikmatinya lebih lama.
"Sayangnya aku sedang serius kali ini. Aku sedang tak ingin bercanda." jawabku dengan penuh ketegasan.
"Kamu ini ada-ada aja ya, aneh tau tidak. Sekarang kamu membuatku bingung harus bagaimana." tatapanmu, iya tatapanmu saat membalas ucapanku begitu bingung. Seperti anak kecil yang tertinggal ibunya di sebuah pasar.
"Kamu tidak usah pikirkan perasaanku, kamu bersikap biasa saja seperti sehari-hari kepadaku. Kamu bisa kan?" jawabku untuk meyakinkanmu
"Iya aku coba deh." kamu pun mengangguk.
Obrolan hari itu cukup sampai disitu, tanpa kata, tanpa suara, kamu pergi meninggalkanku disini. Meninggalkanku dalam sejuta rasa bersalah yang hinggap dihati. Meninggalkan dengan sejuta rasa penyesalan yang menyesakan dada sampai saat ini. Meninggalkan ku dengan perasaan menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi padamu.

*****
Minggu ke-1

     1 minggu adalah waktu yang lama untuk tidak berkirim kabar bagi kita yang hampir setiap hari saling menyapa di chat room yang kita buat. Aku pun sudah terbiasa dengan hal itu, aku sudah siap dengan segala resiko yang mungkin hadir ketika ku berkata jujur tentang perasaanku padamu. Kamu tidak pernah menolak ataupun menerima perasaanku itu, tapi aku sudah bisa menebak dari guratan matamu kala itu. Matamu mengartikan segalanya bagiku, matamu berkata bahwa "maaf hatiku sudah terisi oleh lelaki lain". Perlahan-lahan bayangmu pun pergi menjauh, suaramu semakin samar ku dengar dari sini, dan jejak kaki mu semakin melangkah jauh menjauhiku.

*****
Minggu ke-2

     2 minggu kemudian aku mendengarmu sedang dekat dengan seorang lelaki. Aku tidak tahu siapa lelaki itu, tidak pernah kamu sebutkan namanya dikala kita bersama untuk menikmati secangkir coklat panas. Aku termenung sendiri, apakah aku begitu mudah dilupakan dan kemudian digantikan dengan orang itu? Apakah aku sudah tidak bearti lagi bagimu? Aku, iya aku, orang yang dulu selalu ada untuk kamu disaat kamu galau karena pacarmu dahulu. Aku yang selalu siap mendengarkan curhatmu panjang lebar, memberikan semangat untukmu disaat kamu sedih, dan mendoakan mu disaat kamu sakit. Sebegitu tak berharganyakah diriku?
     Apakah kamu tahu? Selama 2 minggu aku selalu menunggu kabar darimu, aku ingin menyapamu terlebih dahulu tapi entah kenapa jari ini kaku tidak dapat mengetik sekedar "Apa kabar?".  Entah mengapa berat sekali, mungkin hatiku sudah tahu semuanya. Sayangnya pikiranku selalu berharap ada kamu di setiap detik hidupku. Dan kamu? Kamu hilang saja pergi kemana pun yang kamu suka, melupakan ku sendiri disini tanpa pernah menengok sedikit kearahku semenjak hari itu. Kamu terlalu asyik dengan duniamu, dengan lelaki barumu, sehingga aku yang sudah menunggu sejak lama disini tak kamu hiraukan keberadaannya.

*****
Minggu ke-3

     3 minggu setelah itu, aku pun tersadar akan suatu hal. Terlalu lama memang waktu yang dibutuhkan untuk sadar akan hal ini. Aku tersadar perkataan diriku sendiri, "Aku akan selalu menemanimu sampai kamu mendapatkan penggantimu. Selama itu pula aku selalu berada disampingnya, dan memberikan semangat. Setelah kamu mendapatkan penggantimu, kamu dan aku akan saling pergi. Kalau kamu di kemudian hari tersakiti (lagi) oleh lelaki, maka datanglah padaku kembali. Aku masih sama seperti dulu. Aku adalah koboi cinta dari Bogor, aku akan datang disaat kamu sedih dan akan pergi disaat kamu senang. Karena bagiku, membantumu bahagia sudah cukup membahagiakan aku disini.". Aku bodoh, sebegitu lamakah waktu yang dibutuhkan untuk mengingat ucapan itu? Seandainya aku mengingat lebih cepat ucapan itu, mungkin aku tidak akan pernah merasa kesepian seperti ini. Mungkin aku akan cepat menghadapi dunia ini tanpa kamu disampingku lagi karena kamu sudah dengan yang baru. Mungkin akan lebih cepat bagiku untuk menumbuhkan sayap hatiku yang hilang karena kamu bawa pergi dan kembali terbang normal seperti biasanya, yang biasa berteman sepi dan kesendirian di langit kehidupan yang luas ini.
     Kini pun aku terbiasa menikmati segelas coklat panas sendiri di sore hari ketika turun hujan disini, tanpa ada kamu lagi dihadapanku sore itu. Aku sudah melepaskanmu untuk pergi bersama lelaki itu. Tapi satu hal yang pasti, tempatku tidak akan pernah berubah, akan selalu disini. Minuman kesukaanku tidak akan pernah berubah walaupun musim telah berganti. Dan perasaanku padamu tidak akan pernah berubah sampai kapan pun, dengan harapan agar kamu mudah untuk menemukan ku disini.

Sabtu, 20 Desember 2014

Sebuah Impian: Berlibur ke Tanah Papua

     Liburan, satu kata yang tak bisa dilepaskan dari aktivitas kita. Kata ini menempel lekat di pikiran para pekerja, mahasiswa, anak sekolah, bahkan ibu rumah tangga pun memikirkan ini. Banyak cara yang ditempuh orang-orang untuk menghabiskan masa liburannya seperti sekarang, ada menghabiskan waktunya di rumah untuk berkumpul bersama keluarga, ada yang pergi ke pantai, bahkan ada yang ke Eropa atau Amerika untuk merasakan hujan salju. Tapi satu keingananku dari kecil, aku ingin menghabiskan waktu liburan ku di tanah Papua, bumi Cendrawasih.
     Aku ingin berlibur di Papua. Papua adalah tanah yang luhur, tanah yang kaya akan keindahan alam serta budayanya. Aku selalu ingin ke Papua, tempat dimana ayahku pertama kali bekerja sebagai anggota TNI. Ingin mendaki semua puncak-puncak gunung di Papua. Aku selalu berdoa untuk dapat berlibur ke Papua dan mendaki segala puncak gunungnya, untuk mengenal keindahan alamnya, untuk mengenal kebudayaan masyarakatnya.
     Aku ingin mendaki bukan sembarang gunung, gunung yang ingin kudaki adalah gunung tertinggi di Indonesia, yaitu kawasan Pegunungan Jayawijaya. Aku ingin menghabiskan waktu liburanku yang singkat ini untuk kesana.  Mendaki gunung ini dengan keluargaku atau dengan teman-teman seperjuanganku disini. Ingin merasakan, melihat, dan menjelajahi alam Indonesia khususnya tanah Papua. Yang indah alamnya, indah budayanya, indah langitnya, dan segala keindahan yang tak dapat terucap oleh mulut ini dari atas puncak gunung. Ini adalah impianku untuk menghabiskan masa liburku. Disana, di puncak Cartez, ada salju abadi di daerah tropis, salju yang memang ada tanpa campur tangan manusia. Aku ingin memakan salju abadi disana ditambah dengan manisnya sirup, pasti akan menyegarkan untuk menikmatinya. Kesegarannya akan kalah dengan kesegaran menikmati es doger Bogor bahkan es krim sekalipun di tanah Jawa. Aku pun ingin merasakan main seluncuran di salju, bermain lempar salju seperti di kartun Spongebob dan anak-anak di Eropa dan Amerika ketika musim dingin tiba, tanpa harus pergi kesana terlebih dahulu. Ada satu mimpi mustahilku, yaitu ingin membawa pulang salju abadi dari puncak Cartez dan menjadikannya oleh-oleh untuk temanku, itu akan menjadi oleh-oleh terkeren yang pernah aku bawakan seandainya itu bisa terjadi.  Aku ingin kesana setidaknya sekali dalam hidupku. Indonesia semuanya sudah lengkap, pantai yang indah, pasir putih yang bersih, laut yang biru, terumbu karang yang menghiasi laut, dan gunung-gunung yang indah dan harus didaki. Hanya gengsi saja yang membatasi pengetahuan kita tentang alam dan berlibur di Indonesia. .
    Aku tidak ingin menjadi orang Indonesia yang mengenal Indonesia hanya pulau Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Aku ingin mengenal Indonesia yang benar-benar mengenal seluruh Indonesia. Mengenal Indonesia dari A sampai Z. Mengenal Indonesia yang kalau turis asing atau teman kerja dari luar negeri bertanya tentang Indonesia aku bisa menjawabnya dan membanggakan Indonesia.
"Aku tidak malu tidak pernah liburan berkeliling dunia. Aku tidak malu tidak pernah berfoto dengan ikon-ikon yang ada di dunia. Aku tidak malu tidak pernah melihat bule-bule di luar sana. Tapi aku malu kalau aku tidak pernah mengenal Indonesia. Tapi aku malu kalau aku tidak pernah berkeliling Indonesia yang kaya akan keindahan alamnya. Tapi aku malu tidak pernah berfoto dengan keindahan alamnya. Tapi aku malu tidak mengenal kebudayaan daerah negaraku sendiri. Aku malu hanya mengenal Indonesia sebagian saja. Mulai dari sekarang, aku selalu liburan di Indonesia, mulai sekarang aku menjelajahi keindahan alam Indonesia. Dan aku selalu bangga dan cinta menjadi bagian dari negara Indonesia. NKRI Harga Mati!"

Jumat, 28 November 2014

November dan Hujan

     Hujan dan November. Dua hal yang tak bisa dipisahkan, saat NOvember datang pasti musim hujan tiba. Banyak kenangan yang tersimpan bersama rintik hujan yang turun di bulan November. Kenangan yang tak bisa dilepaskan karena bagiku itu terlalu indah. Terlalu indah dan bermakna sehingga tak dapatku lupakan. Padahal aku tak tahu apakah kenangan kita masih kau ingat atau tidak, aku rasa kamu sudah melupakannya. Ah tak apa, aku memang masa lalumu yang patut dilupakan. Aku hanyalah masa lalumu yang suram, kusam, dan tak berwarna, tak ada hal yang berkesan yang kulakukan saat bersamamu saat hujan di bulan November ini turun.
     Aku mengenalmu saat hujan di bulan November, pertemuan yang tak sengaja. Aku dan kamu memang sebelumnya pernah berkenalan atau lebih tepatnya aku tahu kamu dan kamu tidak tahu siapa aku. Aku memang lelaki yang sedikit pendiam saat bertemu dengan seorang wanita yang belum dekat padaku. Aku memberanikan diri untuk mengajakmu berkenalan di kafe itu saat kamu menunggu hujan reda. Aku memanggil namamu dengan sedikit ragu dan kamu langsung menoleh sambil tersenyum panik melihatku. Ah kamu terlihat cantik sekali saat itu. Lalu aku mulai mengenalkan diriku, dan aku terkejut bahwa kamu mengenal diriku. Ah mungkin itu suatu kebetulan menebak kamu saja, atau mungkin kamu memang mengenal aku? Sampai saat ini aku hanya mampu menebak-nebak saja apa yang sebenarnya terjadi.
     Aku ingat hujan pernah menahanmu disini lebih lama dari seharusnya. Kamu menikmati segelas coklat panas dan aku menikmati segelas cappucino. Kamu bercerita bahwa hujan selalu mempunyai caranya sendiri untuk datang dan pergi. kamu bilang bahwa hujan dapat datang sesuka hatinya, terkadang hujan memberi tanda terlebih dahulu sebelum datang dengan langit gelapnya atau terkadang hujan datang tiba-tiba tanpa ada yang memberi tanda. Kamu juga bilang bahwa hujan dapat pergi sesukanya tanpa tanda yang jelas, apakah itu tiba-tiba atau pelan-pelan dan perlahan tanpa terasa bahwa hujan telah pergi. Kamu juga bilang bahwa kamu menyukai aroma setelah hujan. Kamu bilang bahwa aroma setelah hujan itu menyejukkan, memiliki aroma yang khas yang tak ada tandingannya. Kamu pun mengajariku untuk menikmati aroma sisa hujan saat kita bersama. Kini saat tak bersamamu, aku mengenangmu dengan cara menghirup aroma sisa hujan. Aku menikmati setiap hembusan nafasku menghirup aroma sisa hujan. Ini adalah caraku mengenangmu. Kamu selalu punya banyak cara untuk menghapuskan kebosanan kita berdua saat kita tertahan oleh hujan. Kamu selalu mempunyai cerita yang menarik yang membuatku selalu ingin berdua denganmu, merindukanmu saat kamu jauh, dan tak ingin melepaskanmu saat kamu berada disampingku.
     Hujan, kamu selalu mempunyai beribu cara untuk menyimpan sebuah kenangan. Beribu cara untuk bersyukur atas rahmat Tuhan yang diberikan kepadaku. Hujan, kamu pernah membantuku membuat sebuah kenangan yang indah. Kenangan yang hingga membuatmu menyukaimu, kenangan yang selalu membawaku kepada masa yang indah, masa yang tak ingin ku lupakan. Sebuah masa yang membuatku merasa menjadi seorang manusia seutuhnya, masa yang selalu bersyukur kepada Tuhan.
     Suara petir pun menghamburkan lamunanku tentang hujan, lamunan tentang masa laluku. Bersama rintik hujan ini, ingatanku tentangmu mengalir bagaikan hujan. Terkadang mengalir, terkadang tidak. Terkadang deras terkadang hanya gerimis. Terkadang menahanku untuk beraktifitas terkadang membuatku ingin menerobosnya. Hingga kini ku sadar bahwa kamu telah tak disampingku lagi.Kamu sudah tak menemani disaar hujan turun lagi, sudah tidak menemaniku untuk menikmati segelas cappucino lagi. Setelah sekian lama kamu pergi meninggalkanku sendiri, aku baru tersadar sekarang. Sadar bahwa kamu bukanlah memang untukku, kamu hanyalah menjadi sebuah persinggahan sesaatku sebelum ku melanjutkan hidup yang melelahkan.
     Aku memang bukan untuk kamu dan kamu pun bukan untukku. Kalau suatu hari nanti kita bertemu saat sedang bersama masa depan kita, kita masih bisa berbincangkan? Yaa walaupun itu hanya sekedar bertanya kabar dan tentunya akan ku perkenalkan kepada masa depan ku bahwa kamu pernah mengisi hari-hariku, dahulu. Sekarang aku sudah bersama yang memang menjadi milikku dan tentunya bukan kamu, tapi dia, si masa depanku, ibu dari anakku dan nenek untuk cucuku kelak.