Kamis, 30 Mei 2013

Kadang kita salah, tapi kita belajar

saya sering menyalahkan keadaan.
dan sekarang saya tau itu salah..

orang yang berhasil adalah orang yang bangkit dan mencari keadaan yang mereka inginkan.

dan jika mereka tidak menemukannya, MEREKA AKAN MENCIPTAKANNYA!

untuk itu saya sekarang.. saya janji pada diri saya sendiri untuk tidak menyalahkan keadaan.
untuk terus berusaha untuk hidup saya.
untuk membahagiakan kedua orang tua dan kedua saudara saya.
saya ingin membuat mereka bangga.

dan untuk itu saya tidak pernah boleh untuk menyerah.
saya akan menciptakan keadaan yang saya inginkan.

bukan berarti saya tidak menerima takdir.
hanya saja, seperti kita tahu bahwa nasib dan takdir dapat berubah jika kita mau dan kita berusaha.
dan itu yang harus dilakukan sekarang.


kita seringkali belajar dari kesalahan.
seperti itulah..
kadang kita salah, tapi kita belajar :)

Sabtu, 25 Mei 2013

Hilang, sebuah perpisahan

Perpisahan. Salah satu kata yang kadang terdengar sangat menyebalkan bukan? Kadang-kadang. Ya, setidaknya itu yang ada di dalam kepala saya ketika mendengar kata perpisahan. Perpisahan selalu identik dengan kesedihan, kehilangan. Entah kenapa terkadang juga saya merasa sangat tidak biasa dengan yang namanya perpisahan. Padahal seharusnya saya, kita, sudah terbiasa dengan yang namanya perpisahan semenjak kecil, bukan ?! Mulai dari perpisahan dengan teman saat kecil, teman sekolah, pacar dan bahkan mungkin ..keluarga. Ya begitulah..
"Pertemuan dan perpisahan, dua pasangan yang mewarnai pelangi kehidupan manusia, ibaratnya."
Setiap ada pertemuan berarti kita harus siap ketika waktu berpisah itu pada akhirnya tiba. Karena hal itu pasti terjadi, mau ataupun tidak. Perpisahan memang kata yang paling berat dan menakutkan. Entah mengapa, seolah memang setiap orang tidak siap dengan kata itu, termasuk saya. Dari dulu, setiap kali akan 'ditinggalkan' oleh seseorang—entah siapapun itu, saya pasti mencoba menghindar atau paling tidak berusaha berkelit dari kenyataan dengan berbagai macam kamuflase yang bisa menenangkan hati saya sendiri. Everything happens for a reason, lagi dan lagi..


Pernah terpikirkan pemikiran 'lebih baik saya yang meninggalkan orang lain, daripada saya harus ditinggalkan oleh orang lain' ? Semoga bukan saya saja yang sering berpikiran demikian. Sadar ataupun tidak memang pada kenyataannya lebih menyebalkan berada dalam posisi 'ditinggalkan' daripada 'meninggalkan'. Terutama untuk persoalan-persoalan tertentu, cinta misalnya. Ha! Jika perpisahan itu terjadi sekali dua kali, mungkin masih bisa ditoleransi. Namun jika harus dilakukan berkali-kali? Bukankah akan sangat melelahkan menghindari hal serupa berulang kali? Terlebih jika pada kenyataanya, cara demikian hanya sebuah kamuflase, karena pada akhirnya tetap berujung pada kehilangan.

Lalu bisakah kita bersahabat dengan perpisahan?! Bersahabat bukan berarti bersikap biasa saja dengan setiap perpisahan yang terjadi, tetapi mungkin mulai menyadari bahwa tidak ada satu hal pun di dunia ini yang bisa dimiliki manusia, selain rasa kehilangan, karena nyatanya segala sesuatu di dalam hidup ini (katanya) hanya berakhir pada satu kata sederhana; perpisahan.

"Setiap awal pasti ada akhir.. "

Pun ketika pada akhirnya kita, saya dan kamu juga kalian harus berpisah ...bukankah seharusnya hal ini sudah bisa kita ramalkan sejak kali pertama mata kita beradu, tangan kita berjabat dan kata kita bercakap? Lalu, anggap saja pertemuan kita ibarat irisan antara himpunan hidup kita, saya dan kamu juga kalian. Kita sama-sama memiliki sebagian kenangan yang sama dalam hidup kita. Begitu kan?

gua sedih ketika malam ini rekap absen kalian semua. ternyata kita udah di lembar akhir buku agenda kelas dan absen. ada rasa sedih yg gua rasain ketika harus nutup buku agenda kelas dan absen 10.7. rasanya gamau ninggalin kalian, but life must go on. makasih buat semua kawan, semua pelajaran dan kenangan yg kalian kasih bakal selalu gua inget. maaf kalau selama 1 tahun ini gua suka nulis kalian telat walaupun cm lewat 1 atau 2 menit. i love you SESEPUH ({})

Tapi bagaimanapun, saya lebih suka menikmati suatu rasa kehilangan dalam kesendirian, dalam diam.

Jumat, 03 Mei 2013

My Comfort Zone

I woke up it was 7
I waited 'til 11
To figure out that no one would call
I think I got a lot of friends
But I don't hear from them
What's another night all alone
When you're spending every day on your own
And here it goes

*) I'm just a kid
and life is a nightmare
I'm just a kid 
I know that its not fair
Nobody cares
'cause I'm alone and the world is
Nobody wants to be alone in the world
And the world is
Having more fun then me
Tonight*

And maybe when the night is dead
I'll crawl into my bed
I'm staring at these four walls again
I'll try to think about the last time
I had a good time
Everyone's got somewhere to go
And they're gonna leave me here on my own**

What the hell is wrong with me
Don't fit in with anybody
How did this happen to me?
Wide awake I'm bored and I can't fall asleep
And every night is the worst night ever~

-Simple plan; I'm just a kid

Rencana yang sederhana ya artinya simple plan? tapi bukan.. bukan itu maksudnya. Beberapa waktu belakangan lagu ini lagi menggambarkan isi hati, aihhhh~ mulai deh. Grrrr! Hmmm.. mungkin saat ini saya telah sampai pada suatu titik dimana saya telah benar-benar merasa bosan. Jenuh.. Melakukan hal yang sama setiap hari terus-menerus yang kemudian menciptakan suatu pola yang sungguh sangat membosankan. Saya lelah.  
Yes, maybe I'm just (like) a kid. Tapi saya hanya merasa telah sampai pada suatu titik dimana saya telah benar-benar merasa -katakanlah-tidak-bersemangat. Semacam-tidak-berguna.. Sejenis itulah. Well, entahlah.. sulit untuk diungkapkan dalam kata saya rasa atau lebih tepatnya terlalu menyakitkan untuk saya ungkapkan dengan rasa. Mungkin.
Setiap hari melakukan rutinitas yang sama. Bangun, sekolah, pulang, sedikit belajar, tidur, bangun lagi, siap-siap sekolah lagi.. terus dan terus begitu setiap harinya. Terkecuali weekend, bertemu teman, temannya teman, temannya temannya teman, dan lain sebagainya. Tapi entah kenapa saya lebih suka berdiam dikamar, diam, sendiri. Aneh? Bisa jadi.
Saya suka berdiam didalam kamar berukuran kurang dari 4 x4 meter ini. Dengan dinding yang berwarna biru kelabunya. Dengan segala pakaian tergantung dibelakang pintunya. Dengan segala macam tempelan di dindingnya. Dengan aneka rupa jadwal, harapan, bahkan cita-cita yang tertempel disana. Dengan debu yang menggumpal karena terkadang lupa saya bersihkan. Dengan sarang laba-laba kecil di ujung atas kamar yang sangat sulit saya jangkau, walau dengan sapu sekalipun. Dengan semua yang ada didalamnya walaupun apa adanya. Dengan mp3 volume maksimal dan dengan sesuka hati menyanyi walaupun tau suara sumbang luar biasa. Yap, saya suka tempat ini dengan semua isinya, dengan baik bahkan buruknya.
Makanya saya seringkali bosan kalau ada yang berkata, 'Nggak bosan apa seharian di kamar?' atau 'Ngapain aja sih dikamar mulu'. Kalau boleh dibilang kata orang sunda mah, 'Kumana aing weh lah' Hih! Sebodo apa kata orang yang penting nggak ngerugiin toh..
Sejujurnya udah sejak lama saya berniat untuk mencari tempat baru, mencoba menikmati kota ini dengan ruangan berbeda, dengan rasa yang berbeda juga. Ya, beberapa kali merasa sedikit bosan juga berasa ditempat ini. Tapi buktinya sampai saat ini saya masih anteng aja disini, ditempat ini, dikamar ini. Kalau kata Taylor Swift sih, people are people, and sometimes we change our minds. Terjebak pada zona nyaman, itu barangkali ya masalahnya..
Nyaman.
Apa yang salah sebetulnya dengan kenyamanan? Bukankan kenyamanan adalah salah satu hal yang dibutuhkan setiap orang dalam setiap perjalanan? Ya. Setidaknya menurut saya begitu. Begitupun dalam perjalanan hidup yang sedang saya jalani, nyaman adalah salah satu dari sekian hal harus saya dapatkan. Itu juga yang jadi bahan pembicaraan saya saat berbincang dengan seorang teman soal 'keluar dari zona nyaman'. Terkadang ketika dihadapkan untuk keluar dari zona ini kita memikirkan berbagai macam kemungkinan buruknya. Kalau nanti A gimana ya.. Kalau nanti B gimana ya.. Lagi lagi soal pilihan kan? Ah, yang benar saja.







Ini soal hari dan hati. Kamar ini, yang terkadang membuat hari saya terasa sangat menjemukan. Sebetulnya saya punya pilihan untuk pindah, tapi tidak saya lakukan. Mungkin sama halnya seperti kamar, hati juga punya kesempatan yang sama..
Pindah..
Persis seperti gambar ikan-ikan diatas.. Ada 4 ekor kecil, keempat ikan mempunyai ukuran berbeda, katakanlah yang paling besar 'ikan 1' mengurut dan yang paling kecil kita panggil 'ikan 4'.
Suatu hari terjadi perbincangan serius antara keempat ikan soal pindah ke akuarium yang lebih besar.
Ikan 1 : "Lihat didepan ada akuarium besar, nanti sore kita pindah ya, ayo kalian berkemas!"
Ikan 2 dan ikan 3 tampak sangat bersemangat atas rencana mereka untuk pindah ke akuarium yang ukurannya jauh lebih besar.
Lain halnya dengan ikan paling kecil alias ikan 4. Dia bertanya, "Tapi kenapa kita harus pindah? Akuarium ini kan baik-baik aja. Selama ini pun kita merasa nyaman bukan disini?"
Ikan 1 tersenyum, "Nak, tempat ini sudah terlalu sempit buat kita. Tempat ini sudah terlalu sempit untuk kita berempat. Nanti kita semua akan tumbuh lebih besar dari akuarium ini. Jadi kita harus pindah."
Sepanjang hari ikan kecil berpikir. Ya, mungkin itu masalahnya. Seperti akuarium yang terlalu kecil untuk para ikan-ikan itu, mereka harus pindah ke tempat yang lebih besar dan dirasa cocok untuk mereka melanjutkan hidup dikemudian hari. Ada perasaan yang sama, yang mungkin, dirasakan oleh setiap orang yang diharuskan untuk pindah.. meninggalkan hal-hal yang mungkin sudah menjadi bagian dari hidupnya, menyisakan sisa genangan yang nantinya akan mereka sebut kenangan.
Ikan 4 : "Hey, kamu sudah siap belum untuk pindah?"
Ikan kecil hanya tersenyum..
Tapi lagi-lagi ini soal pilihan, tentu saya tau soal kamar dan hati adalah perkara yang berbeda. Pada akhirnya hanya dialog-dialog panjang saya dengan Sang Pencipta yang membuat hati dan pikiran saya tenang luar biasa. Sekarang saya selalu berdoa semoga kelak jangan pernah ada ketidakpuasan, tidak ada penyesalan atau bahkan kemarahan atas pilihan-pilihan saya. Saya harap semua pilihan saya berjalan seperti apa yang Tuhan bisikkan ke hati saya.
Disaat seperti sekarang ini saya terkadang berharap tangan saya lebih dari dua, untuk melakukan hal-hal yang berguna, meraih mimpi juga cita, serta bersujud seraya berdoa kepada Sang Maha Esa.. untuk melakukan ketiganya dalam waktu yang sama. Lagi, semoga doa serta harapan bisa menjadi lentera penerang.. Semoga untaian detik demi detik ke masa depan penuh dengan kejutan dan pembelajaran bermakna. Selanjutnya, saya ingin mengajarkan diri saya sendiri bahwa menjadi bahagia itu sungguh sangat sederhana.. karena sesungguhnya bisa membahagiakan orang lain terutama orang tua itu membawa bahagia, itu saja, sudah cukup.
Untuk itu saya sekarang berdoa, saya ingin hidup untuk menghidupi serta berharap sang pemberi hidup memberikan hidup yang berkecukupan.
...................ah, sudahlah. Mungkin saat ini saya terlalu lelah atau mungkin saja semilir angin yang menelusup di balik jendela juga hangatnya udara disini membuat saya saat ini merasa nyaman dengan tidak melakukan apa-apa. Maaf.. tapi tolong ijinkan saya sekali ini saja.